TABEL PEMBAGIAN TUGAS
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Intellectual Property / Infringements of Privacy
MAKALAH
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI
MUHAMMAD NABIL (17190202)
SHELLA MONIKA (17200272)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
DEPOK
2023
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada
Allah SWT. Tuhan pencipta alam semesta yang menjadikan bumi dan isinya dengan
begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa yang ada dibumi sebagai
penjelajah bagi kaum yang berfikir. Dan sungguh berkat limpahan rahmat -Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini demi memenuhi tugas mata
kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi Dan Komunikasi.
Makalah yang bejudul “Intellectual
Property / Infringements of Privacy” ini kami susun atas perintah atau tugas
yang diberikan oleh dosen kami. Selain itu, kami menyusun makalah ini dengan
harapan agar makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembacanya, dan bagi kami tim penyusun pada khususnya. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu Kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Akhir kata Kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengembangan wawasan bagi mahasiswa
dan pembaca pada umumnya.
Depok, 22 Desember 2023
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi
ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi salah satu
pendorong utama perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Teknologi
informasi dan komunikasi tidak hanya mempermudah akses informasi, tetapi juga
menciptakan berbagai inovasi yang mengubah cara manusia berinteraksi, bekerja,
dan hidup. Namun, sejalan dengan kemajuan teknologi, banyak individu yang
terlibat dalam tindakan-tindakan yang melanggar hukum, dan internet menjadi
sarana bagi berbagai kejahatan.
Munculnya kejahatan
dunia maya (cybercrime) sejalan dengan perkembangan pesat dalam bidang
teknologi Informasi menyebabkan munculnya aktivitas kriminal . Pelaku
Cybercrime menggunakan teknologi komputer canggih, khususnya melalui jaringan
internet, sebagai alat utama dalam pelaksanaannya. Cybercrime ini memicu sejumlah
isu etika yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah terkait dengan hak
kekayaan intelektual atau Intellectual Property (IP) dan pelanggaran privasi.
Hak kekayaan intelektual
mencakup hak-hak hukum yang diberikan kepada pemilik atas karya intelektual
yang dihasilkan, seperti hak cipta, paten, merek dagang, dan rahasia dagang.
Sementara itu, privasi mengacu pada hak individu untuk mempertahankan kehidupan
pribadi mereka dari intervensi yang tidak diinginkan, baik dari pihak-pihak tertentu
maupun pihak publik. Dalam konteks TIK, isu ini menjadi semakin kompleks dengan
adanya perangkat dan aplikasi yang mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data
pribadi pengguna.
Pentingnya menjaga hak
kekayaan intelektual dan privasi di tengah kemajuan TIK sangat krusial. Seiring
dengan kemudahan berbagi informasi, terdapat risiko pelanggaran hak kekayaan
intelektual dan privasi yang dapat merugikan pemiliknya. Contohnya, penyebaran
informasi tanpa izin, penggunaan tanpa lisensi, atau pembajakan perangkat lunak
dapat mengancam hak kekayaan intelektual. Di sisi lain, pelanggaran privasi
dapat terjadi melalui pengumpulan data yang tidak sah, penyalahgunaan informasi
pribadi, atau serangan siber yang merugikan individu atau kelompok.
Dalam kaitannya dengan etika profesi TIK, para profesional TIK memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pengembangan, penggunaan, dan distribusi teknologi tidak melanggar hak kekayaan intelektual dan privasi. Oleh karena itu, makalah ini dibuat sebagai pemahaman yang mendalam tentang isu-isu etika ini menjadi penting agar para profesional TIK dapat menjalankan tugas mereka dengan integritas dan tanggung jawab.
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah:
1. Apa itu Intellectual Property / Infringements of Privacy dan apa saja contoh kasusnya yang pernah terjadi di dunia maya
2. Apa motif atau tujuan di balik
3. Apa saja faktor-faktor yang menjadi pemicu dan penyebab munculnya kasus Intellectual Property / Infringements of Privacy.
4. Apa saja penanggulangan yang tepat untuk mengatasi kasus Intellectual Property / Infringements of Privacy.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi Dan Komunikasi sebagai salah satu syarat kelulusan di program studi Teknologi Informasi di Universitas Bina Sarana Informatika
2. Mengetahui apa itu Intellectual Property / Infringements of Privacy dan contoh kasusnya yang pernah terjadi di dunia maya
3. Mengidentifikasi motif atau tujuan di balik adanya tindak kejahatan Intellectual Property / Infringements of Privacy di dunia maya.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi pemicu dan penyebab munculnya kasus Intellectual Property / Infringements of Privacy.
5. Mengidentifikasi penanggulangan yang tepat untuk mengatasi kasus Intellectual Property / Infringements of Privacy.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Cybercrime
Cybercrime merujuk pada tindakan
kriminal yang melibatkan penggunaan komputer untuk pencurian dan aktivitas
kriminal. Daftar kejahatan di dunia maya yang terus berkembang mencakup
perbuatan-perbuatan sepertiperetasan, pencurian, penipuan, penyebaran virus, dan tindak
kriminal digital lainnya(Rahayu et al., 2021).
Secara umum, definisi
cybercrime mencakup segala tindakan ilegal yang dilakukan melalui jaringan
komputer dan internet dengan tujuan meraih keuntungan sambil merugikan pihak
lain. Dalam konteks yang lebih sempit, cybercrime mencakup tindakan ilegal yang
ditujukan untuk merusak sistem keamanan komputer dan data yang diolah oleh
suatu sistem komputer.
Kejahatan dunia maya
dapat dilakukan dengan berbagai cara dan memiliki beragam tujuan. Biasanya,
kejahatan ini dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki pemahaman dan
keahlian di bidang teknologi informasi. Awal munculnya cybercrime tercatat pada
tahun 1988, yang dikenal sebagai periode "Cyber Attack." Pada masa
tersebut, pelaku cybercrime menciptakan worm dan virus yang menyerang komputer,
menyebabkan sekitar 10% komputer yang terhubung ke internet mengalami mati
total.
Cybercrime memiliki
beberapa karakteristik, seperti ruang lingkup kejahatan, sifat kejahatan,
pelaku kejahatan, modus operandi kejahatan, dan jenis kerugian yang
ditimbulkan. Untuk memudahkan penanganan, cybercrime diklasifikasikan ke dalam
beberapa kategori, termasuk Cyberpiracy, Cybertrespass, dan Cybervandalism.
Adapun beberapa jenis
cybercrime adalah:
1. Unauthorized Access,
penyusupan atau
pembobolan akun tanpa izin, seringkali digunakan untuk melakukan tindakan
kriminal seperti penipuan atau pencurian data penting.
2. Illegal Contents,
menyebarluaskan konten
ilegal seperti berita palsu (HOAX), data pribadi atau negara tanpa izin atau
konten berunsur porno.
3. Data Forgery,
manipulasi data pada
dokumen penting di internet, seperti situs e-commerce.
4. Hacking dan Cracking,
pemahaman mendalam
terhadap sistem komputer dengan tujuan tidak etis, kegiatan ini biasanya
bertujuan untuk membobol proteksi keamanan suatu sistem atau perangkat lunak termasuk
pembajakan akun dan situs web.
5. Data Theft,
mencuri data dari sistem
komputer untuk keuntungan pribadi atau dijual kepada pihak lain.
6. Cyber Espionage,
memanfaatkan internet
untuk masuk ke sistem komputer pihak lain dengan tujuan memata-matai.
7. Cyber Sabotage dan Extortion,
menyusupkan virus atau
ransomware untuk merusak infrastruktur, sistem dan data yang dapat menyebabkan
kerugian bagi perusahaan
8. Cyber Typosquatting,
meniru atau mengkloning
situs web pihak lain untuk melakukan penipuan atau menyebarkan berita bohong.
9. CyberSquatting,
mendaftarkan domain
dengan nama perusahaan dan menjualnya dengan harga tinggi kepada perusahaan
tersebut.
10. Carding,
meretas dan membelanjakan
menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain.
2.2. Intellectual Property
Intellectual Property atau
bisa disebut Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai adalah hak yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Kekayaan Intelektual terdiri
dari Hak Cipta dan hak yang terkait dengan Hak
Cipta serta Hak Kekayaan Industri yang meliputi Merek dan Indikasi Geografis,
Paten, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu serta
Varietas Tanaman(Mayana, 2022).
Kekayaan intelektual memberikan insentif bagi inovasi dan kreativitas dengan memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya untuk mengeksploitasi hasil karyanya. Hukum kekayaan intelektual memberikan kerangka kerja hukum yang melibatkan pemberian hak, penegakan, dan perlindungan terhadap pemegang hak agar masyarakat dapat mendukung dan menghargai kontribusi intelektual yang beragam. Kekayaan intelektual memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, melindungi investasi, dan mendorong inovasi di berbagai sektor industri.
2.3. Infringements of Privacy
Infringements of Privacy atau Pelanggaran privasi ialah berupa
pembobolan dan pembeberan identitas, urusan, atau dokumen seseorang yang
bertujuan untuk dimanipulasi dan dicemarkan nama baiknya. Oleh karena itu,
untuk menghindari hal-hal di atas semua orang berhak atas keamanan data
pribadinya(Nurjanah, 2021).
Pelanggaran
ini dapat terjadi melalui berbagai cara, termasuk pengintaian, pencurian
identitas, pemantauan ilegal, dan pengumpulan data tanpa persetujuan yang
jelas. Salah satu bentuk pelanggaran privasi yang umum adalah penyebaran
informasi pribadi secara tidak sah, seperti melalui serangan siber, pencurian
data, atau pelecehan online. Penggunaan teknologi pemantauan yang canggih,
seperti kamera pengawas atau perangkat pengintai, juga dapat menjadi sumber
potensial pelanggaran privasi. Selain itu, praktik bisnis yang meragukan,
seperti pengumpulan data tanpa izin melalui aplikasi atau situs web, juga dapat
menjadi bentuk pelanggaran privasi.
Penting untuk diingat bahwa hak privasi individu merupakan aspek penting dalam masyarakat modern dan pelanggaran privasi dapat memiliki dampak serius terhadap kesejahteraan psikologis dan keamanan seseorang. Undang-undang privasi dan regulasi perlindungan data dirancang untuk melindungi individu dari pelanggaran semacam itu dan memastikan bahwa informasi pribadi dijaga dengan cermat.
2.4. Cyberlaw
Hukum siber atau Cyberlaw
merujuk pada cabang hukum yang terkait dengan teknologi informasi dan
pemanfaatan internet. Lingkup hukum ini mencakup berbagai aspek, termasuk
privasi, keamanan data, kejahatan komputer, hak cipta, dan berbagai hal lainnya(Indriyani et al., 2023).
Cyberlaw
diperlukan untuk mengatasi cybercrime dan sangat terkait dengan upaya mencegah
serta menangani tindak pidana di dunia maya. Cyberlaw menjadi landasan hukum
untuk penegakan hukum dalam konteks elektronik dan komputer. Dengan kata lain,
keberadaan cyberlaw sangat penting karena menurut pendukungnya, Indonesia perlu
memiliki undang-undang siber mengingat hukum konvensional tidak cukup mampu
mengantisipasi perkembangan pesat di dunia digital.
DPR mengesahkan Cyber
Law atau UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 25 Maret 2008. UU
ITE terdiri dari 13 BAB dan 54 pasal yang merinci dengan jelas peraturan yang
berlaku di dunia maya dan transaksi di dalamnya.
Secara umum, setiap negara mempertimbangkan lima aspek dalam hukum siber,
yakni:
1. Keamanan Informasi,
mencakup autentikasi
pengirim dan penerima serta integritas pesan yang beredar di internet, termasuk
masalah kerahasiaan dan validitas tanda tangan elektronik.
2. Transaksi Online,
melibatkan penawaran,
pembelian, pembayaran, dan pengiriman barang melalui internet.
3. Hak dalam Informasi Elektronik,
membahas hak cipta dan
hak-hak yang muncul bagi pengguna dan penyedia konten.
4. Regulasi Konten Informasi,
menetapkan peraturan
hukum sejauh mana konten yang dikirim melalui internet.
5. Regulasi Kontak Online,
mencakup etika dalam
berkomunikasi dan berbisnis melalui internet, termasuk perpajakan, batasan
ekspor-impor, kriminalitas, dan yurisdiksi hukum.
UUNomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta dan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 telah mengatur tentang Intellectual
Property / Infringements of Privacy. Berikut adalah pasal dalam UU ITE
yang mengatur Intellectual Property / Infringements of Privacy :
1. Pasal 25,
“Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs
internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”
2. Pasal 30 Ayat (2) ,
”mengakses komputer dan/atau
sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi
dan/atau dokumen elektronik“.
3. Pasal 31 Ayat (1),
“Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan
atas Informasi dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain”.
4. Pasal 27 ayat (4),
"Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat
diaksesnya Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan atau Pengancaman".
Dan untuk ketentuan pidananya ada pada :
1. Pasal 46 Ayat (2),
“Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)”.
2. Pasal 47,
“Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.
3. Pasal 45,
“Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Analisis Contoh Kasus Intellectual Property /
Infringements of Privacy
3.1.1. Google dan Oracle terkait penggunaan API Java
Salah satu kasus lain
yang mencuat adalah pertempuran hukum antara Google dan Oracle terkait
penggunaan API (Application Programming Interface). Pada tahun 2010, Oracle
menggugat Google atas dugaan pelanggaran hak cipta dan paten terkait penggunaan
API Java dalam sistem operasi Android. Oracle menuduh bahwa Google menggunakan
API Java tanpa izin, sementara Google bersikeras bahwa penggunaannya masuk
dalam batas fair use dan tidak memerlukan izin. Kasus ini menjadi sangat
signifikan karena hasilnya dapat memengaruhi cara perusahaan-perusahaan
teknologi menggunakan dan mengembangkan API, yang merupakan komponen kritis
dalam pengembangan perangkat lunak.
Pada tahun 2016, pengadilan memutuskan bahwa penggunaan API oleh Google adalah fair use, sehingga memenangkan Google dalam kasus ini. Namun, Oracle mengajukan banding, dan pada tahun 2021, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan untuk membatalkan keputusan pengadilan lebih rendah dan menyatakan bahwa penggunaan API oleh Google tidak termasuk dalam fair use. Keputusan ini memicu diskusi luas tentang dampaknya terhadap inovasi dan pengembangan perangkat lunak di masa mendatang.
3.1.2. Kasus Cambridge
Analytica
Kasus Cambridge Analytica pada tahun 2018 adalah salah satu kasus yang
paling mencolok dalam hal pelanggaran privasi. Perusahaan analisis data ini
diketahui telah mengakses data pribadi lebih dari 87 juta pengguna Facebook
melalui aplikasi kuis pribadi yang dikembangkan oleh Dr. Aleksandr Kogan.
Melalui aplikasi tersebut, data tidak hanya dikumpulkan dari pengguna yang
secara aktif mengunduhnya, tetapi juga mencakup teman-teman mereka, menciptakan
potensi dampak yang besar.
Cambridge
Analytica kemudian menggunakan data yang terkumpul untuk membuat profil
psikologis dan politik, dengan tujuan memengaruhi perilaku pemilih dan menyusun
kampanye politik yang disesuaikan. Kasus ini memunculkan keprihatinan global
terhadap privasi data online dan menyoroti risiko potensial dari penggunaan
data pribadi untuk tujuan politik dan komersial.
Dampaknya tidak hanya terbatas pada arena politik, tetapi juga menciptakan respons signifikan dari Facebook dan mendorong perubahan dalam regulasi privasi data di beberapa yurisdiksi. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi privasi online juga meningkat seiring dengan insiden ini, membawa perubahan dalam cara data pribadi dikelola dan diakses dalam lingkungan digital.
3.2. Motif dan Penyebab Dari Contoh Kasus Intellectual Property / Infringements of Privacy
Kasus-kasus Intellectual
Property / Infringements of Privacy yang dianalisis mengungkapkan beragam motif
dan penyebab di balik kasus tersebut. Pada contoh pertama, dalam kasus
pertempuran hukum antara Google dan Oracle terkait penggunaan API Java, Oracle
memiliki motivasi utama untuk melindungi hak cipta dan paten terkait dengan API
Java. Dengan menggugat Google atas dugaan pelanggaran hak cipta dan paten pada
tahun 2010, Oracle berupaya menegaskan eksklusivitas mereka dalam menciptakan
dan menggunakan teknologi tersebut. Selain itu, Oracle memiliki motif untuk
menciptakan preseden hukum yang dapat mempengaruhi praktik industri teknologi
terkait pengembangan perangkat lunak dan API.
Di pihak lain, Google
bersikeras bahwa penggunaannya terhadap API Java masuk dalam kategori
"fair use" dan tidak memerlukan izin atau pembayaran lisensi yang
mahal. Motif utama Google adalah untuk membela hak untuk menggunakan API secara
bebas tanpa pembatasan yang dapat menghambat inovasi dan pengembangan perangkat
lunak di industri ini. Keberhasilan Google dalam membuktikan fair use dapat
memberikan dampak yang signifikan pada praktik penggunaan API oleh perusahaan
teknologi.
Pada contoh ketua, dalam kasus Cambridge Analytica pada tahun 2018, perusahaan analisis data
tersebut memiliki motif untuk memperoleh data pribadi lebih dari 87 juta
pengguna Facebook melalui aplikasi kuis pribadi. Tujuan utama mereka adalah
untuk memanfaatkan data tersebut untuk keuntungan politik dengan menciptakan
profil psikologis dan politik yang disesuaikan, dengan harapan dapat
memengaruhi perilaku pemilih dan mendukung kampanye politik tertentu.
Kasus ini juga menciptakan respons signifikan dari Facebook, yang memiliki motivasi untuk melindungi reputasi dan kepentingan pengguna. Facebook merespons dengan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan dan privasi data pengguna di platform mereka, sejalan dengan tuntutan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya privasi online. Dengan demikian, kasus Cambridge Analytica menciptakan perubahan dalam cara data pribadi dikelola dan diakses dalam lingkungan digital.
3.3. Upaya Penanggulangan
Dari Contoh Kasus Intellectual Property / Infringements of Privacy
Dalam menghadapi
tantangan dari contoh kasus Intellectual Property dan pelanggaran privasi
seperti pertempuran hukum antara Google dan Oracle terkait penggunaan API Java,
serta kasus Cambridge Analytica, upaya penanggulangan telah diimplementasikan
untuk melindungi hak-hak terkait dan memitigasi risiko pelanggaran privasi.
Untuk melawan
pelanggaran hak kekayaan intelektual, perusahaan dan lembaga terkait dapat
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hak cipta serta paten. Pihak yang
merasa hak kekayaan intelektual mereka dilanggar dapat menerapkan teknologi
keamanan tinggi untuk melindungi karya-karya mereka. Selain itu, upaya untuk
mengedukasi para pemangku kepentingan, termasuk pengembang perangkat lunak,
tentang pentingnya menghormati hak kekayaan intelektual dapat diperkuat.
Dalam konteks
pelanggaran privasi seperti kasus Cambridge Analytica, upaya penanggulangan
dapat mencakup penguatan regulasi privasi data dan perlindungan konsumen.
Platform digital, seperti Facebook, dapat meningkatkan kebijakan privasi,
transparansi, dan kontrol yang diberikan kepada pengguna terkait penggunaan
data pribadi mereka. Pengembangan teknologi enkripsi dan alat keamanan siber
yang canggih juga dapat membantu melindungi data pribadi dari akses yang tidak
sah.
Selain itu, penguatan
pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang privasi digital dapat menjadi
bagian penting dari upaya penanggulangan. Semakin banyak informasi yang
diberikan kepada pengguna tentang cara melindungi privasi mereka, semakin besar
peluang untuk mencegah pelanggaran privasi di masa depan. Kolaborasi antara
pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat sipil juga dapat menciptakan
lingkungan yang lebih aman dan terpercaya dalam penggunaan teknologi. Dengan
langkah-langkah ini, diharapkan dapat meminimalkan risiko dan dampak negatif
dari pelanggaran hak kekayaan intelektual dan pelanggaran privasi.
Adapun Langkah lainnya yang
dapat dilakukan kita lakukan dalam upaya Penanggulangan Intellectual Property /
Infringements of Privacy adalah:
1. Jangan melakukan pembajakan software
2. Menguatkan infrastruktur keamanan untuk melindungi karya-karya yang
dilindungi hak cipta dan paten, termasuk pembaruan perangkat lunak secara
berkala, memperbarui antivirus, penerapan firewall, dan SSL.
3. Melakukan kampanye edukasi tentang hak kekayaan intelektual di kalangan
karyawan dan pemangku kepentingan. Semakin banyak orang yang paham tentang
pentingnya melindungi hak cipta, semakin besar kesadaran untuk mematuhinya.
4. Melakukan audit internal secara rutin untuk memantau dan mengevaluasi
kepatuhan internal terhadap hak kekayaan intelektual. Ini membantu mendeteksi
potensi pelanggaran dan mengambil langkah-langkah preventif.
5. Penguatan hukum Cyberlaw
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Melalui analisis kasus-kasus Intellectual
Property / Infringements of Privacy, dapat diambil beberapa kesimpulan yang
relevan. Pertama, kasus Google dan Oracle menyoroti kompleksitas dalam
menentukan batas "fair use" terkait penggunaan API dengan motif utama
adalah perlindungan hak cipta dan paten oleh Oracle, sementara Google
memperjuangkan kebebasan penggunaan API. Kedua, kasus Cambridge Analytica
menggarisbawahi urgensi perlindungan privasi data dalam era di mana penggunaan
data pribadi menjadi fondasi strategi bisnis, adapun motifnya lebih terfokus
pada perolehan data pribadi untuk keuntungan politik.
Untuk meningkatkan upaya
penanggulangan terkait hak kekayaan intelektual, perusahaan dan lembaga terkait
perlu memperkuat kesadaran akan pentingnya menghormati hak cipta dan paten.
Penerapan teknologi keamanan yang lebih tinggi, termasuk enkripsi dan
perlindungan data, menjadi krusial dalam melindungi karya-karya yang dilindungi
hak cipta. Selain itu, langkah-langkah preventif, seperti audit internal
reguler, dapat membantu mendeteksi dan mengatasi potensi pelanggaran hak
kekayaan intelektual.
Di sisi privasi, penting bagi
perusahaan teknologi untuk memperbarui dan meningkatkan kebijakan privasi
mereka. Transparansi dalam penggunaan data pribadi, kontrol yang diberikan
kepada pengguna, dan perlindungan terhadap informasi sensitif menjadi aspek
penting yang harus diperhatikan. Perusahaan juga dapat mempertimbangkan investasi
dalam teknologi keamanan siber yang mampu mencegah akses yang tidak sah dan
penyebaran data pribadi.
4.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, Beberapa
saran yang dapat diimplementasikan adalah sebagai berikut: :
1. Institusi
dan perusahaan perlu terus menguatkan
infrastruktur keamanan untuk melindungi karya-karya yang dilindungi hak cipta
dan paten.
2. Hindari menggunakan atau melakukan pembajakan
software
3. Melakukan kampanye edukasi tentang hak kekayaan
intelektual di kalangan karyawan dan pemangku kepentingan.
4. Melakukan audit internal secara rutin
5. Mendorong
pemerintah untuk memperkuat regulasi terkait hak kekayaan intelektual dan
privasi.
Dengan menerapkan saran-saran di atas, diharapkan perusahaan dapat lebih efektif dalam melindungi hak kekayaan intelektual mereka dan memitigasi risiko pelanggaran privasi, menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan terpercaya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Indriyani, Fernando, A., &
Mahaputra, I. K. A. D. (2023). Pemanfaatan Video Animasi Menggunakan Website
Animaker untuk Media Informatif pada Mata Kuliah. Journal of Informatics,
8(1), 37–46.
Mayana, R. F., Santika, T., &
Cintana, Z. (2022). Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual: Peluang,
Tantangan dan Solusi Potensial Terkait Implementasinya. Das Sollen : Jurnal
Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat, 1(1), 1–25. https://doi.org/10.11111/moderasi
Nurjanah, T. (2021). Menjaga
Keadaban Publik dengan Mengantisipasi Pelanggaran Privasi di Media Sosial. …
Sosial: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial, 1(4), 124–129.
https://journal.actual-insight.com/index.php/konstruksi-sosial/article/view/456
Rahayu, S. K., Ruqoyah, S.,
Berliana, S., Pratiwi, S. B., & Saputra, H. (2021). Cybercrime dan
dampaknya pada teknologi e-commerce. Journal of Information System, Applied,
Management, Accounting and Research, 5(3), 632. https://doi.org/10.52362/jisamar.v5i3.478
Sutra Disemadi, H., & Kang, C.
(2021). Tantangan Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam Pengembangan
Ekonomi Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH),
7(1), 54. https://doi.org/10.23887/jkh.v7i1.31457
Tidak ada komentar:
Posting Komentar